Inspektorat Sumenep, Cegah Tipikor, Bentuk Unit Pengendalian Gratifikasi sampai Kecamatan

Regional :

Runtuhnya orde baru dan lahirnya orde reformasi 24 tahun silam, kejahatan korupsi tak berubah alias tidak berhenti. Keberadaan aparat pengawas internal pemerintah (APIP) sebagai pengawas dinilai strategis. Kedudukan inspektorat juga dianggap cukup kuat. Kehadiran inspektorat bisa berfungsi sebagai early warning system, bukan dalam konteks penindakan semata, tapi lebih ditekankan pada aspek pencegahan. Bagaimana dengan Inspektorat Sumenep? Berikut wawancara Moh. Rasul Junaidy ari Majalah Madura Network dengan Inspektur Kabupaten Sumenep, R. Titik Suryati, SH, MH, di tengah kesibukannya menerima tamu dari BPK.

Apa saja peran inspektorat daerah?
Berdasarkan Peraturan Bupati Sumenep Nomor 88 Tahun 2021 tentang Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi, serta Tata Kerja, Inspektorat Daerah Kabupaten Sumenep merupakan unsur pengawas penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dipimpin oleh inspektur yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada bupati Sumenep melalui sekretaris daerah.

Upaya apa yang sudah dilakukan Inspektorat Sumenep untuk pengendalian pencegahan korupsi?
1) Pembentukan Unit Pengendalian Gratifikasi sampai di level kecamatan.
2) Penyuluhan anti korupsi oleh 3 orang penyuluh anti korupsi tersertifikasi LSP KPK yang dimiliki oleh inspektorat daerah.
3) Membuat peraturan bupati tentang pengendalian risiko korupsi.
4) Membuat sarana pengaduan masyarakat.
5) Menerbitkan Peraturan Bupati Sumenep No. 13 Tahun 2020 tentang Kewajiban Penyampaian Laporan Harta Kekayaan Aparatur Sipil Negara di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Sumenep untuk semua ASN.

Apa saja langkah atau upaya yang dilakukan Inspektorat untuk meningkatkan pelaksanaan SPIP di Kabupaten Sumenep?

a) Membentuk forum kepala OPD untuk membangun komitmen bersama, guna mewujudkan penerapan SPIP sebagai sistem pengendalian internal secara konsisten, berkelanjutan, dan terpadu. Selanjutnya dilakukan evaluasi dan perbaikan periodik pada berbagai level manajemen, unit kerja, dan proses bisnis guna mendukung pencapaian tujuan pemerintah daerah.

b) Melakukan pendampingan pada penetapan tujuan, dan pencapaian organisasi, dalam rangka perbaikan kualitas perencanaan pembangunan Kabupaten Sumenep.
c) Melakukan pendampingan (DESK) atas identifikasi risiko oleh OPD. Harapannya setiap unit pemilik risiko dapat memitigasi faktor risiko dan menyusun rencana tindak pengendalian risiko tersebut sebagai faktor penghambat tujuan organisasi.

Bagaimana dengan anggaran Inspektorat agar kegiatan pengawasan dapat dilaksanakan secara menyeluruh dan optimal?

Agar dapat melaksanakan pengawasan dengan efektif dan efisien dengan anggaran yang tersedia, Inspektorat Daerah telah menerapkan pemeriksaan berbasis risiko berdasarkan manajemen risiko (MR) yang telah disusun oleh OPD itu sendiri untuk memberikan jaminan bahwa risiko yang berdampak terhadap pencapaian tujuan organisasi dapat diminimalisir. Dengan demikian, pemeriksaan dapat dilaksanakan dengan lebih optimal dan berkualitas karena memprioritaskan pada OPD yang memiliki risiko yang signifikan.

Berapa anggaran Inspektorat dalam fase dua tahun terakhir ini, apa anggaran tersebut cukup ataukah masih belum ideal?

Pada tahun 2022 dan 2023 Inspektorat Daerah mendapatkan APBD untuk kegiatan pengawasan masing-masing sebesar Rp2.072.645.080,00 dan Rp2.608.965.525, (di luar belanja pegawai). Alokasi belanja tersebut tentunya masih belum ideal karena masih di bawah ketentuan sesuai dengan Surat Menteri Dalam Negeri tanggal 9 Desember 2022 No. 700.1.1/8737/SJ tentang penguatan Inspektorat Daerah dalam pengawasan pemerintah daerah yang seharusnya sebesar minimal Rp10 miliar untuk APBD di atas Rp2 triliun.

Ada persepsi bahwa peran Inspektorat seperti “macan ompong“ lantaran yang mengangkat adalah kepala daerah dan di bawah sekretaris daerah (sekda). Sehingga Inspektorat di daerah sering khawatir untuk mengawasi atasannya. Bisa dijelaskan?

Inspektur diangkat oleh kepala daerah dan di bawah sekretaris daerah merupakan ketentuan perundangan yang harus dilaksanakan oleh pemerintah daerah dan bukan kewenangan kita untuk mengubah prosedurnya. Bahwa Inspektorat diasumsikan oleh berbagai pihak sebagai “macan ompong”, hal ini disebabkan oleh adanya anggapan bahwa independensi Inspektorat tidak akan bisa maksimal karena merupakan bawahan bupati. Namun asumsi tersebut tidak sepenuhnya benar, karena Inspektorat dalam perannya menjalankan fungsi sesuai ketentuan perundangan yang berlaku. Namun demikian pada masa kepemimpinan bapak bupati Sumenep dinilai telah tercipta kepemimpinan yang kondusif (komponen SPIP) sehingga Inspektorat Daerah cukup efektif melakukan pengawasan dalam kewenangannya.

Dalam pencegahan korupsi, apakah Inspektorat Sumenep sudah melakukan kolaborasi dengan aparat penegak hukum (APH)? Bagaimana bentuk kongkritnya?

Kita sudah melakukan MoU dengan pihak kejaksaan, kepolisian, dan Kodim sejak tahun 2019 dalam rangka kerja sama penanganan laporan atau pengaduan masyarakat yang berindikasi tindak pidana korupsi pada penyelenggaraan pemerintahan daerah Kabupaten Sumenep.

Dalam temuan dan rekomendasi, Inspektorat tentu memberikan nilai tambah bagi perbaikan kinerja pemerintah daerah dan OPD, memberikan solusi atas masalah, dan yang paling penting kehadiran inspektorat berfungsi sebagai early warning system dalam pencegahan korupsi. Bisa dijelaskan, bagaimana implementasinya di Sumenep?

Kabupaten Sumenep melalui Inspektorat sudah melakukan pencegahan melalui program-program early warning system berupa kegiatan asistensi dan pendampingan, pengawasan mulai dari proses perencanaan (Reviu RPJMD, Reviu Renstra, Reviu Renja, Reviu KUA-PPAS, Reviu RKA) serta kegiatan sosialisasi dan penyuluhan anti korupsi, sehingga diharapkan mampu menekan terjadinya kasus korupsi secara efektif di lingkungan Pemerintah Kabupaten Sumenep. Inspektorat mempunyai 3 orang penyuluh anti korupsi yang sudah bersertifikat dari LSP KPK.

Sesuai dengan arahan presiden saat Forum Koordinasi Nasional Pengawasan Internal Pemerintah, presiden menginginkan kita agar fokus pada pencegahan, peringatan dini, dan tetap mendahulukan perbaikan tata kelola, peningkatan efektifitas manajemen risiko, serta keandalan sistem pengendalian intern. Semua itu adalah upaya kita dalam pencegahan tindak pidana korupsi.

Bagaimana pendapat Inspektur terkait wacana open bidding bagi jabatan inspektur?

Saya sangat setuju mengingat jabatan Inspektur merupakan jabatan strategis yang menjadi tangan kanan bupati dalam mengawal pelaksanaan pemerintahan di Kabupaten Sumenep agar berjalan sesuai ketentuan perundangan yang berlaku.

Menurut Inspektur bagaimana tantangan dan upayanya dalam menciptakan good governance di Kabupaten Sumenep?
Salah satu upaya yang saat ini kita fokuskan adalah melakukan reformasi terhadap birokrasi untuk mewujudkan tata pemerintahan yang baik (good governance) pada 7 area perubahan serta meningkatkan capaian nilai SAKIP. Selain itu dengan upaya-upaya pencegahan korupsi.

Diraihnya opini WTP berturut-turut yang diterima Kabupaten Sumenep apakah menjadi tolak ukur bahwa tata pemerintahan di Sumenep sudah baik?
Dengan diraihnya opini WTP 5 kali berturut-turut merupakan salah satu indikator bahwa Laporan Keuangan Pemerintah Kabupaten Sumenep telah disajikan secara wajar sesuai kaidah akuntansi pemerintahan (SAP) yang baik. Raihan WTP merupakan salah satu tolok ukur penerapan good governance dalam Pemerintahan Kabupaten Sumenep.

Ada paradoks, sebuah daerah mendapat opini WTP dari BPK, namun kepala daerahnya ditangkap oleh komisi anti rasuah. Bagaimana pendapat Inspektur, apakah ada jaminan bahwa penerima opini WTP bebas dari korupsi?

Tidak ada jaminan bahwa penerima opini WTP bebas dari korupsi. Hal ini disebabkan opini Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) hanya merupakan pernyataan profesional pemeriksa mengenai kewajaran informasi keuangan yang disajikan dalam laporan keuangan yang didasarkan pada empat kreteria yakni kesesuaian dengan standar akuntansi pemerintah, kecukupan pengungkapan (adequate disclosures), kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan dan efektivitas sistem pengendalian intern. Sepanjang tidak ada penyimpangan yang material dari standar akuntansi, maka opini WTP bisa diberikan.
Dengan demikian, opini WTP didapat dari hasil pemeriksaan general atas penyelenggaraan proses bisnis organisasi yang dinilai memadai dalam menerapkan standar akuntasi yang berlaku umum. (*)