Tiket Mudik Kapal Gratis Rute Kangean Sapeken Habis, Penumpang Protes
Trending
Dalam sistem pendidikan pesantren di era modernisasi masih dipandang remeh, terbelakang, ketinggalan zaman oleh sebagian kalangan. Ini di sebabkan karena pesanten dianggap terlalu mempertahankan tradisi dari masa lau dan kurang tanggap terhadap perkembangan zaman yang sedang terjadi.
Melihat kebelakang, pesantren memang mampu memikat sejumlah pihak dengan sistem kurturalnya dan juga karena pesantren yang bersifat indigenous Indonesia dengan segala kelemahan dan kekurangan yang dimilikinya mampu bertahan dan bisa terus berkontribusi bagi bangsa Indonesia, tidak sedikit pula terdapat pesantren yang melakukan transformasi dan dinamisasi terhadap perkembangan zaman yang terjadi serta selalu berupaya dalam menuju kebangkitan ilmiah, guna menjadi pusat pendidikan dan peradaban.
Di era Revolusi Industri 4.0 cukup banyak pesantren yang mulai menyadari betapa pentingnya untuk tetap berpegang teguh terhadap prinsip continuity and change. Sikap keterbukaan, kritis dan elastis, serta memegang kepada identitas kebudayaan pesantren yang tetap harus berjalan beriringan agar tetap mampu bertahan dalam mengahadapi gebrakan revolusi dunia karena pesantren saat ini berada pada perubahan zaman yang tak terhindarkan.
Seperti kata pepatah, salah satu hal yang abadi adalah sebuah perubahan, jadi tidak peduli di mana pun, kapanpun dan siapapun pasti mengalami yang namanya perubahan, mengutip dari pernyataan Heraclitus, (semuanya mengalir dan tidak sesuatu pun yang tetap tinggal). Dan dalam sebuah kitab kearifan tertua dari China “I Ching” (gerak adalah suatu yang alami, dan muncul secara spontan).
Dan pesantren agar tetap bisa survive dan tidak mudah tergerus perubahan zaman, persantren perlu melakukan kajian. Pesanten mempunyai kesempatan yang besar guna bisa bisa mengatasi berbagai gelombang disrupsi sosial dan segala dampak yang akan ditimbulkannya. Apalagi pesantren mempunyai sejarah yang panjang sampai bisa tetap exis dalam segala peubahan zaman, melihat dari sisi historisnya pesantren telah teruji dan tak terbantahkan ikut andil dalam mencerdaskan anak bangsa dan pesantren juga mempunya peran yang sangat vital dalam mempertahankan kemerdekaan dan ikut menyukseskan serta mengisi pembangunan nasional.
Selain hal tersebut, pesantren selalu senantiasa untuk menjadi ujung tombak dalam center of education, dengan peran utama pesantren sebagai transfer pengetahuan, moral dan pengabdian terhadap masyarakat. Pesantren tidak hanya diyakini memiliki akar dan koneksi dengan khazanah turots (karya-karya ulama klasik) lintas generasi yang senantiasa bisa dijadikan pedoman.
Pesantren pernah menjadi menjadi istana epistemik dan keilmuan yang sangat luar biasa, yang didalamnya dipenuhi berbagai literatur dan karya-karya keilmuan keislaman yang ditulis oleh para ulama besar lintas abad dan generasi. Karenanya pesantren terbukti banyak melahirkan para ulama dan kiai besar, selain produktif dan melahirkan banyak karya yang berguna bagi umat, bangsa dan negara. Sebut saja Syekh Nawawi Al-Bantani, Mbah Sholeh Darat, dan para santri Syeikh Kholil Bangkalan yang diantaranya: Kiai Hasyim Asyari , KH Bisyri Syansuri dan Wahab Hasbullah.
Di tengah gelombang IOT (internet of things) dan data-data yang melimpah ruah, hal tersebut terkadang menyeret masyarakat kepada keberagaman yang serba instan (tidak rumit dan mudah), hal itu menyebabkan malas untuk membaca dan meneliti karena mereka sudah terbiasa dengan sesuatu yang instan yang sumbernya bahkan tidak valid dan akhirnya terjerembab pada buday hoax. Maka keberadaan pesantren akan sangat sentral dan diharapkan dapat mengembalikan budaya literasi agar masyarakat bisa lebih berhati-hati dalam menyaring segala informasi yang di dapat. Beragama dan beribadah harus dengan ilmu. Ngaji pada Kiai. Sekaligus mencegah terjadinya the date of expertise.
Dan tidak salah jika pesantren menggunakan fasilitas tekhnologi modern sekarang, agar pesantren bisa tetap up to date dan tidak terhempas karena perkembangan tekhnologi, pesantren perlu memberikan fasilitas yang memadai seperti laboratorium komputer dan akses internet, bercengkrama dengan alat komunikasi portable (HP,laptop) dan media sosial (smartphone/telepon pintar).
Oleh : Warid (Mahasiswa STIT Aqidah Usymuni Sumenep)