Kapal Mudik Gratis Dikeluhkan Warga Pulau, Hingga mempertanyakan Kontribusi Kapal Expres Ke Daerah Sumenep

Regional :

Foto Kepala Disperkimhub Sumenep Yayak Nurwahyudi

SUMENEP, terasindo.co.id – Program mudik gratis lebaran 2025 yang diselenggarakan oleh Pemerintah Kabupaten Sumenep melalui Dinas Perumahan Kawasan Permukiman dan Perhubungan (Disperkimhub) menjadi sorotan tajam. Alih-alih memberikan kemudahan bagi masyarakat kepulauan, program ini justru menuai keluhan dan dugaan praktik tidak transparan dalam penentuan operator kapal.

Sejak awal pengumuman, masyarakat kepulauan telah menyuarakan beragam persoalan. Tiket mudik gratis yang disediakan dengan kapal cepat Express ludes hanya dalam hitungan jam, menyisakan pertanyaan tentang mekanisme distribusinya. Selain itu, penumpang anak-anak tetap dikenakan tarif, sementara batasan barang bawaan yang hanya 5 kg dinilai sangat tidak realistis bagi pemudik yang membawa perlengkapan kebutuhan dasar.

Pengurus Gibran Center Sumenep, Inyoman S., mengungkapkan kecurigaannya terhadap keputusan Disperkimhub yang merekomendasikan kapal cepat Express sebagai moda transportasi mudik gratis. Ia menduga adanya kepentingan terselubung yang menguntungkan pihak tertentu.

“Masyarakat kepulauan mau mengeluh ke siapa lagi? Kapal cepat Express bukan satu-satunya opsi. Ada banyak kapal dengan kapasitas lebih besar yang bisa digunakan, tapi mengapa Disperkimhub justru memilih kapal dengan daya angkut terbatas?” tegasnya.

Lebih lanjut, ia menuding Kepala Dinas Disperkimhub, Yayak Nurwahyudi, dan pejabat terkait telah mengetahui kapasitas kapal Express yang tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat kepulauan.

“Masyarakat tidak butuh kapal cepat, yang mereka butuhkan adalah kapal besar dengan kapasitas penumpang lebih banyak, tiket yang mudah didapat, dan aturan barang bawaan yang lebih fleksibel,” lanjutnya.

Keberadaan kapal cepat Express dalam layanan mudik gratis ini juga dipertanyakan dari sisi kontribusinya terhadap Kabupaten Sumenep. Menurut Inyoman S., Disperkimhub belum pernah secara transparan mengungkap manfaat ekonomi dari penggunaan kapal tersebut bagi daerah.

“Jangan-jangan keuntungan dari kapal cepat ini tidak masuk ke kas daerah, tapi justru ke kantong pribadi oknum tertentu di Disperkimhub. Kalau memang ada kontribusi ke Sumenep, kenapa tidak pernah dipublikasikan?” cetusnya dengan nada kritis.

Ironisnya, Kabupaten Sumenep memiliki kapal Sumekar DBS III yang berkapasitas lebih besar dan dinilai lebih cocok untuk layanan mudik gratis. Namun, hingga kini Disperkimhub tidak menunjukkan upaya untuk mendukung pemanfaatan kapal tersebut dalam program ini.

Upaya media untuk mengonfirmasi permasalahan ini langsung kepada Kepala Dinas Disperkimhub, Drs Yayak Nurwahyudi dan pejabat terkait menemui jalan buntu. Mereka kompak menolak ditemui dengan alasan sedang rapat.

Hingga berita ini diturunkan, polemik terkait biaya tambahan dan keterbatasan layanan dalam program mudik gratis ini masih menjadi tanda tanya besar bagi masyarakat kepulauan. Sementara pemerintah daerah mengklaim telah memberikan layanan terbaik, masyarakat masih berjuang menghadapi realitas kebijakan yang dinilai tidak berpihak pada kebutuhan mereka