Mimpi Hoax dan Dejavu

Lembar XI oleh : Fauzi AS

“Selemat Tahun Baru Sumenep Tercinta”

Tulisan ini saya persembahkan untuk Bupati Sumenep Ach Fauzi, dalam fase politik tahun ketiga, ini semacam surat terbuka sekaligus refleksi yang relevan bagi pemimpin.

Pertama saya menyampaikan terimakasih dan apresiasi setinggi-tingginya, setinggi kepercayaa publik Sumenep terhadap Bupatinya, tidak lupa pula ungkapan yang sama saya sematkan untuk seluruh jajaran OPD

Kedua, sebagai warga Sumenep yang ikut merasa senang dan gembira dengan banyaknya penghargaan yang dapat diraih oleh pemerintah kabupaten Sumenep.

Namun selain itu, saya juga ingin menyisipkan beberapa catatan kritis dan sedikit koreksi, meski dengan pemahaman rendah dan miskin solusi.

Seandainya saya agak serius mungkin bisa juga ciptakan lagu dengan judul yang agak unik semisal;
Mencintai Tanpa Solusi
atau
Mencintai Tanpa Visi

Yaaa, meski lagu tak begitu penting dengan musik patrol pembangun sahur, paling tidak dalam rangka membangunkan tidur tiga tahun kepemimpinan Bupati yang dilantik pada Jum’at (26/02/2020).

“Leadership itu diuji dua kali, di publik dan di dalam batin orang “Gita Rusmida Sjahrir”

Apa yang ditulis Gita di atas benar adanya, ujian publik terhadap pemimpin relatif lebih ringan, karena tinggal tepati janji, bekerja dengan nurani, yaa tentu dengan sedikit dukungan publikasi DBHCHT.

Sementara apa yang dirasakan oleh batin orang adalah sesuatu yang muncul dari realita yang ia rasakan, terutama keputusan pemimpin yang dapat dinikmati manfaatnya secara langsung.

Berbagai penghargaan dan piala yang diterima tidak masuk pada aspek utama, yang utama adalah adanya rasa keadilan yang langsung mereka rasakan sendiri.

Pertanyaan banyak orang, apakah sudah terjadi peningkatan kesejahteraan, pelayanan kesehatan, dan pendidikan yang berkualitas, dll.

Jika hal di atas dengan cepat dapat menyentuh langsung di tempat mereka tinggal, di situlah batin memberikan penilaian.

Yang paling urgent di dalam kepemimpinan adalah kemampuan meng-upgrade kompetensi dan profesionalitas bawahannya, atau dengan istilah lain Duplikasi Leader, jika ini bisa dilakukan pada setiap level, maka roadmap reformasi birokrasi akan dapat terasa manfaatnya.

Tetapi dalam hal kepemimpinan sering kita dengar dan baca bahwa kualitas pimpinan menentukan level kecerdasan bawahannya

Beloh Dalam Sangkar Ilmu

Sabtu malam, jam sudah menunjukan 01.30 saya tetap duduk di sofa ruang tamu sambil meluruskan kaki, dengan tetap memegang handphone membaca APBD 2022.

Dilihat dari ringkasan belanja daerah kabupaten Sumenep Tahun 2022 , OPD yang anggarannya paling besar adalah Dinas Pendidikan dengan anggaran
Rp.853.657.863.373,-, saya pikir ini adalah niat serius pemerintah daerah untuk berinvestasi dalam bidang ilmu pengetahuan.

Investasi dalam bidang pendidikan memang tidak bisa dirasakan secara langsung dampaknya, ia akan dirasakan manfaatnya bagi masa depan bangsa.

Dengan membaca data kepala saya pun ikut pusing, badan bersender di kursi yang lengkap dengan bantalnya sekaligus rehat sejenak “pinjam istilah bang Karni Ilyas”.

Saya sebagai putra daerah merasa bangga dengan banyaknya terobosan baru yang dilakukan oleh kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Sumenep.

Dengan data BPS mempublikasikan potret pendidikan kabupaten Sumenep melampaui daerah lain, awalnya saya yakin akan hal yang demikian, mengingat anggaran yang dialokasikan pada Dinas Pendidikan itu sangat besar hingga menembus angka Rp. 853.657.863.373,-

Tetapi timbul keragu-raguan dengan data yang saya punya, sebab dalam data BPS yakni Statistik Penunjang Pendidikan tidak cukup mampu memberikan keyakinan, dari sana lah dejavu itu mulai terasa, seolah-olah hal itu sudah terbaca sejak awal.

Tentu saja saya bukan Roy Kiyoshi, karena dugaan pikiran ini benar-benar terjadi. Disampaikan oleh Kepala Dinas Pendidikan Sumenep, Agus Dwi Saputra.

Agus mengatakan rasa kegagalannya dengan segala bentuk penyesalan, hal itu tercermin dalam kalimat “pasrah” nya. Dirinya mengakui bahwa telah gagal membawa Dinas Pendidikan pada kualitas yang lebih baik, sehingga bentuk pasrahnya yakni bersedia ditempatkan di manapun, mau di staf atau kedudukan lain.

Tiba-tiba jam weker nyaring berbunyi tepat pada pukul 03:30 WIB, sayapun menyadari bahwa biasa tidur produktif menghasilkan mimpi, seperti kebiasaan sayapun buru-buru menuju toilet untuk mandi dan berwudhu.

Wisata Kesehatan

Wacana tentang pengembangan pariwisata di Sumenep sudah mengemuka sejak jaman pemerintahan Bupati sebelumnya, khususnya wisata yang mulai mengaum nyaring terdengar seantero raya.

Destinasi Pulau Oksigen Gili iyang, salah-satu obyek wisata unggulan ini, memang mulai banyak digandrungi, bahkan salah satu teman saya dari Gresik juga ikut-ikutan membeli lahan di tempat itu.

Namun dinas Pariwisata sepertinya menutup mata, dia seolah kehilangan sensitifitas membaca besarnya peluang di depannya.

Waktu itu saya berdiskusi serius tentang potensi Pulau Gili Iyang, tapi salah satu pengelola pariwisata di Sumenep memotong pembicaraan saya. Dia dengan nada pesimis menyampaikan pendapatnya,
“Dispora hari ini gak usah buat roadmap Gili Iyang bro, terlalu jauh” katanya… “wong bikin logo hari jadi saja gagal.”

Kemudian sayapun menjelaskan kalau “Logo untuk hari jadi berikutnya sudah selesai, itupun sesuai aspirasi dari hasil kompetisi, bukankah itu bukti adanya inisiatif membenahi”  kata saya pada waktu itu.

Sayapun menyadari bahwa dinas Pariwisata tidak berfungsi sesuai dengan visi Bupati. padahal peluang hari ini sulit terulang kembali, semisal adanya ketua banggar yang dari Sumenep, jika ditopang dengan SDM unggul di daerah, akan menjadi terobosan yang tak terbendung.

Sangat menyedihkan dengan adanya anggaran berpuluh-puluh milyar dari APBN sampai di daerah anggaran itu hanya terkesan menjadi beban dan musibah.

Contoh kasus pada program Upland
proyek yang disiapkan Ditjen PSP untuk menyokong kegiatan pertanian di dataran tinggi, di Sumenep program itu seolah prestasi dalam tangisan para petani.

Kegiatan upland terpublikasi terbalik secara berlebihan, Panen Raya yang dihadiri Forkopimda, ternyata diajak memanen bawang tetangga, mungkin bisa kita uraikan lebih lanjut dalam cerita mimpi berikutnya.

Hoax Dalam Mimpi
Cerita ini jelas sekali, tetap utuh dalam memori, mengikat rasa di dalam hati.

Selasa 5 Oktober 2021 sekitar jam 18.33
Saya dihubungi oleh salah seorang teman, dia salah satu wartawan sepertinya sekarang menjadi koordinator media center.

Iya… dia Lek Samsuni…

Samsuni menelepon saya untuk segera mendatangi rumah pribadi Bupati, dia menghubungi saya lewat telepon.

Katanya sang Bupati butuh bertemu, dalam benak saya menduga, ini pasti urusan Pilkades Matanair, dengan nada serius Samsuni meminta saya untuk membawakan oleh-oleh batik untuk cindera mata.

Dalam keadaan tergesa-gesa saya mengambil baju batik yang sudah dijahit sebelumnya, kotak kayu berisi batik sutera pun saya bawa, Samsuni mengatakan ibu bupati pasti ada.

Belum selesai saya mengambil baju, Samsuni mengirim pesan lewat WA, isi pesannya dia memastikan supaya saya datang sendirian.

malam itu saya meninggalkan beberapa tamu penting di mami muda, saya pamit karena ada urusan mendadak dan urgent.

Sampai di tempat itu saya buru-buru memarkir mobil, setelah itu saya langsung diarahkan oleh salah seorang anggota satpol PP, anggota itu mengarahkan saya untuk masuk menuju ruang tamu megah dengan lampu yang sudah diredupkan cahayanya.

Dalam ruang tamu yang megah, sudah ada Lek Oong, pimpinan salah-satu media besar di kabupaten Sumenep, ada juga ketua salah-satu organisasi media, namanya bro Roni, mereka bertiga sudah duduk santai lesehan dengan Bupati, nampaknya menunggu kedatangan saya.

Tak berselang lama ada petugas yang mengantarkan kopi, setelah itu Ibu Bupati juga keluar dan ikut nimbrung, sambil melihat cindera mata yang tampak biasa saja.

Teman yang ketua Asosiasi Wartawan nyeletuk ke Bupati, coba dulu dipakai, ukurannya pas atau tidak katanya dengan nada tidak serius,

Sang Bupati pun berdiri dan langsung mencobanya, dia membuka kancing baju batik itu satu persatu,  “Pas” katanya dengan nada singkat.

Setelah itu dia meminta Oong Kabiro Kabar, untuk mengambilkan Blangkon di sebelahnya “mana ambilkan blangkon itu ong” kata Bupati sambil menunjuk kearah blangkon di dekat Oong,

Setelah Blangkon itu dipakai ternyata warnanya juga seirama dengan warna batik yang saya bawa, Samsuni berkomentar, “Bagus itu cocok dengan warna batiknya.” Kata Samsuni yang menatap serius tampilan Bupati.

Bupati pun duduk kembali dia memulai pembicaraan, dan memberikan penjelasan bahwa urusan yang berkaitan dengan HAK keluarga yaitu tentang inkrachtnya putusan pengadilan hanya tinggal menunggu waktu, insya Allah tidak lebih dari satu bulan “begitu janji bupati.”

Dia bercerita sudah memanggil dua orang pejabat di bawahnya untuk menyiapkan kelengkapan persyaratan sesuai amanat Undang-undang.

Singkat cerita sang Bupati minta dibelikan nasi dan mengajak saya untuk makan bersama, dengan menu lalapan favoritnya.

Memang kita ngobrol-ngobrol agak lama, tetapi malam itu dengan yakin dan percaya saya pulang membawa hati lega, HAK yang selama ini diperjuangkan oleh keluarga besar sudah mendapatkan titik terang.

Cerita itu berlanjut pada tahapan menunggu waktu, hari berganti minggu, masuk hitungan bulan, dan tahun pun terlewatkan.

Meski seluruh dinamika tidak perlu diungkapkan, fakta digital lengkap menjadi catatan, kata saya saat hal itu akan dikenang sebagai fakta sejarah kekejaman pejabat  5.0.

Dan sayapun kaget karena jam Weker tepat di samping kepala saya berbunyi dengan nyaring.
Ternyata tadi saya hanya bermimpi, dengan tangan gemetar sayapun melihat jam lalu mematikannya, Jam sudah menunjukkan 03.30, sayapun buru-buru ke kamar mandi untuk mengambil wudhu’ persiapan shalat subuh bersama.

Sumenep, 31 Desember 2022.

Tulisan ini sepenuhnya menjadi Tanggung jawab Penulis.