Metaverse: Wacana Quality Improvement dan Peran Mahasiswa

Foto : Aliya (Mahasiswi Institut Sains dan Teknologi IST Annuqayah Guluk-guluk, Sumenep)

terasindo.co.id – Memasuki era Society 5.0 manusia berada dalam puncak ilmu pengetahuan yang memicu persaingan dan pemutakhiran dalam segala jenis penemuan. Jika era Revolusi Industri 4.0 menjadikan media sosial sebagai salah satu produk dan alat komunikasi yang amat digandrungi bagi semua lapisan masyarakat, maka pada era Society 5.0 manusia mulai bermetamorfosa menawarkan kecerdasan buatan yang hampir menduplikasi kecerdasan manusia pada aslinya. Ibarat sisi koin, kemajuan selalu menawarkan dua sisi yang berbeda tergantung bagi penggunanya. Masifnya sosialisasi gerakan cakap teknologi merupakan salah satu upaya untuk meminimalisir dampak negatif dari hal tersebut.

Menanggapi fenomena tersebut, peranan mahasiswa sebagai Agen of Change tentu tak cukup sebagai wacana klise seperti yang sering digaungkan. Dalam tindakan nyata, mahasiswa perlu ikut-andil dalam setiap program pemerintah yang mengarah pada peningkatan kualitas, baik individual ataupun kelompok.

Bagaimana Orang-orang Mengenal Metaverse

Salah satu produk 5.0 yang masih terus dikembangkan hingga saat ini adalah konsep Metaverse yang pertama kali dipopulerkan oleh Mark Zuckerberg, sang pendiri Facebook. Metaverse secara sederhana merupakan space virtual yang menawarkan sensasi seperti dunia nyata bagi penggunanya. Meskipun dipopulerkan oleh Mark Zuckerberg, namun diketahui orang yang pertama kali menciptakan metaverse adalah Neal Stephenson. Stephenson menyebut istilah tersebut pada Novelnya di tahun 1992 yang berjudul Snow Crash. Indikasi keseriusan Mark dalam memutakhirkan ruang tersebut dengan berubahnya nama Facebook menjadi Meta.

Dengan menggunakan konsep teknologi Augmented Reality (AR) yang menggabungkan desain 3D Animation, Kreatifitas, serta Media Interaktif yang masih terus dikembangkan dan disempurnakan. Sampai sekarang space tersebut dicanangkan dapat digunakan untuk lebih banyak lagi aktivitas virtual seperti di dunia nyata. Sampai kini, dengan Metaverse, pengguna bisa melakukan aktifitas seperti bekerja, bersosialisasi, belanja, bermain, hingga mengunjungi tempat-tempat bersejarah tanpa harus bepergian secara fisik.

Uniknya, dalam Metaverse terdapat bitcoin crypto yang sempat menjadi trending topik atau secara luas dikenal sebagai Metaverse Crypto. Beberapa macam diantaranya adalah Axie Infinity, The Sandbox, Decentraland, GALA, Enjin, High Street, Somnium Space, Meta Hero dan lain sebagainya. Platform ini fokus pada desentralisasi koin-koin yang ada di Metaverse, sebab dalam dunia metaverse terdapat coin-coin yang digunakan sebagai alat transaksi seperti Cryptocurrency dan Non-Fungible Token (NFT).

Dunia Metaverse memungkinkan terbentuknya realitas sosial baru yang berpotensi menyaingi kehidupan nyata, sebab aksesnya yang dinilai lebih menarik dan menimbulkan daya tarik pada kebanyakan masyarakat. Realitas sosial baru tentunya memberikan dampak perubahan perilaku sosial pada masyarakat, terutama kepada kaum milenial dan generasi Z yang lebih banyak menghabiskan waktunya di dalam dunia digital.

Manfaat Metaverse dan Peranan Mahasiswa

Salah satu kelebihan paling utama dari ruang virtual ini adalah meminimalisir problem geografis, sebab aksesnya yang tidak terikat oleh batasan waktu, jarak, dan kontra sosial. Meskipun begitu, banyak orang yang masih sering mempertanyakan keuntungan dari platform ini karena ruang virtual adalah space tidak bisa dijamah secara indrawi atau melibatkan perpindahan fisik seperti lazimnya aktivitas manusia. Namun tidak dapat dipungkiri, perkembangan dunia digital yang semakin nyata membuka peluang baru dalam semua aspek, sebagai contoh tersedianya konser virtual, space/ruang digital untuk bekerja, museum atau pameran virtual, dan beberapa lapangan kerja baru yang akan menjadi trend dengan adanya Metaverse.

Kemajuan tentu menjadi penanda berkembangnya peradaban dalam suatu domain, ‘PR’ wajibnya adalah kesiapan semua kalangan untuk menerima perubahan tersebut. Namun realitanya setiap penemuan baru tidak menjamin dapat terintegrasi secara sempurna kepada semua lapisan masyarakat, terlebih bagi mereka yang gagap teknologi dan menganggap perubahan sosial teknologi justru merugikan serta menggerus nilai-nilai luhur kearifan lokal.

Beberapa dekade terakhir banyak program pemerintah yang diluncurkan untuk menyokong pengembangan kualitas, terutama untuk generasi mudanya. Adanya produk Society 5.0 seperti Metaverse menjadi harapan untuk bisa mencapai kemajuan berfikir dan kemudahan berinteraksi dalam kehidupan sehari-hari.

Hal yang tidak asing lagi jika dikorelasikan dengan peranan mahasiswa sebagai Agen of Change sehingga menjadi tugas utama untuk berada di barisan paling depan mencetuskan perubahan-perubahan ke arah yang lebih baik pada bangsa. Beberapa tugas penting lainnya yaitu sebagai Agen Social Control terhadap hal-hal yang bertentangan dengan nilai dan norma masyarakat, di mana mahasiswa berperan memberikan kontrol lewat pemberian saran, kritik yang konstruktif. Dan dalam konteks lain memberikan perlawan terhadap sistem birokrasi yang dianggap salah – untuk membela hak-hak rakyat.

Kemudian mahasiswa adalah Moral Force yang diharuskan dapat menjaga norma sosial di kalangan masyarakat, sebab tingkatan intelektual dan hasil belajar harus terinterpretasi melalui cerminan nilai karakter terbaik. Terakhir, sebagai Penjaga Nilai atau Guardian of Value, mahasiswa dibutuhkan untuk menjaga warisan luhur dan kearifan lokal seperti adat atau kebiasaan gotong royong, menjaga nilai-nilai kejujuran, empati, dan lain sebagainya.

Sejatinya masyarakat umum memandang mahasiswa sebagai insan terpelajar yang mampu menganalisis suatu persoalan lebih objektif dengan penyelesaian yang lugas dan ilmiah. Dalam hal ini, interaksi mahasiswa dengan kemajuan tak perlu dipertanyakan lagi, sebab sudah menjadi tugasnya untuk memberantas keraguan pada masyarakat awam.

Mahasiswa memiliki potensi lebih, karena kontribusinya sebagai insan akademis dan memiliki tempat tersendiri dalam masyarakat. Selain itu mahasiswa memiliki tugas untuk menyampaikan aspirasi masyarakat kepada pemerintah, kontrol politik dan penyambung lidah rakyat.

Masuknya Metaverse pada sektor pendidikan, sosial, dan budaya merupakan upaya tepat dalam pengembangan SDM secara umum, namun dalam prakteknya sebagian besar masih menyentuh kaula muda saja. Meskipun begitu, perubahan dan kemajuan adalah suatu keniscayaan.

Pengetahuan tidak mengenal batas wilayah, kebijakan tidak mengenal ras atau kebangsaan, menolak pemikiran sama dengan menolak kerjaan Tuhan, – Aristoteles berbicara kepada Al-Ma’mun dalam mimpi lagendaris Sang Khalifah, (Ehsan Masood, 64:2009) dalam buku Ilmuwan-Ilmuwan Muslim, Pelopor Hebat di Bidang Sains Modern.

 

Oleh: Aliya

Mahasiswi IST Annuqayah

Guluk-Guluk, Sumenep.