Peluncuran Buku ‘Anak Desa Menulis’ Dorong Peningkatan Literasi di Kecamatan Rubaru
Trending
terasindo.co. – Apresiasi setinggi-tingginya patut dilayangkan terhadap Gubernur Jawa Timur, Ibu Khofifah Indar Parawansa pasca melaporkan capaian kinerja pemerintah Provinsi Jawa Timur tahun 2022, salah satunya ialah persentase yang membanggakan Indeks Pembangunan Gender yang mencapai 92,08% dan di atas rata-rata capaian nasional.
Namun sangat disayangkan dengan angka kemiskinan 10,49% dan pertumbuhan ekonomi yang signifikan dari tahun 2021-2022, melansir dari Okezone.com hal ini bertolak belakang dengan kondisi beberapa Kabupaten di wilayah Jawa Timur seperti Sampang, Bangkalan dan Sumenep yang tingkat kesejahteraan dan pemerataan gendernya masih di bawah rata-rata bahkan menjadi Kabupaten termiskin.
Pembangunan ekonomi berkesinambungan dengan beberapa aspek sosial untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan berkaitan erat dengan naik turunnya indeks kemiskinan. Investasi modal manusia (human capital) merupakan salah satu cara meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam jangka panjang dengan memperhatikan hak pendidikan dan kesehatan yang merata dan sesuai standar kelayakan. Investasi modal manusia (human capital) juga bertujuan untuk meningkatkan produktivitas dan menciptakan kesejahteraan penduduk.
Sepanjang tahun 2016-2020, Jawa Timur merupakan Provinsi yang memiliki jumlah penduduk miskin terbanyak jika dibandingkan dengan Provinsi lain di Indonesia. Meskipun pasca dilaporkannya pencapaian yang membanggakan tahun 2022 oleh Gubernur Jawa Timur beberapa waktu lalu, pemerintah tidak boleh merasa puas hati karena faktanya beberapa Kabupaten kecil masih tetap berharap program pemerintah menyentuh kehidupan mereka yang sering tidak tepat sasaran.
Apalagi jika berbicara tentang Indeks Pembangunan Gender, perempuan wilayah pedesaan dengan rentang usia 50-70 tahun ke atas masih banyak yang buta huruf, alih-alih paham literasi digital. Dari sini seharusnya dicetuskan tindakan serius dari pemerintah untuk memberantas buta huruf dan pemerataan pendidikan terhadap perempuan tanpa berbatas usia. Miris sekali ketika perempuan yang juga berpartisipasi terhadap terbentuknya iklim sosial justru tidak mengerti terhadap persoalan kebangsaan, cenderung ikut arus, masih primitif dan buta politik.
Harapan besar agar maksimalisasi perhatian pemerintah tidak hanya dikhususkan pada perempuan muda namun juga respect terhadap nasib perempuan lansia, janda sebatang kara dan perempuan tidak beruntung lainnya yang hidup dari belas kasih orang lain.
Minimnya Tindakan Emansipatif Perempuan
Selama ini kebijakan sistem politik kita seringkali menempatkan perempuan hanya sebagai second person. Rendahnya partisipasi perempuan dalam lembaga-lembaga politik mengakibatkan berbagai kepentingan perempuan kurang terakomodasi dalam keputusan politik, karena sejumlah keputusan politik yang dibuat cenderung berwatak maskulin dan agak bias gender.
Reformasi politik di Indonesia sebenarnya memberikan harapan yang besar bagi perempuan yang selama ini hak politiknya masih terpasung. Kalimat “Perempuan juga wajib berkontribusi terhadap pembangunan bangsa” sangat penting untuk dikaji ulang, bukan hanya bersifat individual namun bagaimana ia mengalokasikan potensinya untuk memberikan peluang kesejahteraan bagi masyarakat luas.
Harus diakui bahwa kaum perempuan di Indonesia, yang merupakan mayoritas, masih buta terhadap wacana politik. Padahal keikutsertaannya dapat memberikan akses untuk harapan kehidupan layak bagi perempuan lainnya. Perlu dipahami bahwa berkecimpung dalam dunia politik bukan berarti harus menjadi Anggota Legislatif, Bupati, Wali Kota atau Presiden. Namun berperan aktif di ranah politik merupakan pembuktian kemampuan intelegensia sekaligus aktualisasi diri bagi kaum hawa.
Keterlibatan perempuan dalam politik berarti membukakan akses bagi perempuan untuk ikut menentukan kebijakan publik. Sebab masalah yang dihadapi masyarakat selama ini juga merupakan masalah perempuan, begitupun sebaliknya. Untuk itulah perempuan wajib menentukan sikap dalam pengambilan keputusan tersebut dan ikut melakukan kontrol atas keputusan politik itu sendiri.
*Oleh: Aliya*
Mahasiswi Institut Sains dan Teknologi (IST) Annuqayah/ Koord. Setara Perempuan.