Bukan MBKM, tapi SAHABAT DAYA

Regional :

Foto: Goris Mustaqim, CEO SEMUT NUSANTARA

Oleh: @GorisMustaqim, @SemutNusantara

 

Halo adik-adik Mahasiswa Sahabat Daya yang tengah belajar dan berkarya mendampingi Bapak/Ibu Nasabah mikro BTPNS.

Selamat telah menyelesaikan periode 1 pendampingannya.

Banyak tentunya suka duka yang KITA PELAJARI bersama dari tantangan, keberhasilan, bahkan hal-hal yang belum berjalan dengan baik sebagaimana mestinya..

KITA? Ko kita?

Ya karena mentor-mentor dan kami pun sama-sama belajar dari pengalaman ini.

Mungkin iya kami lebih senior, lebih berpengalaman, atau telah memiliki usaha yang berjalan baik. Namun sejatinya dalam berhubungan dengan masyarakat dan pemberdayaan tidak ada yang dinamakan ahli atau expert. yang berhasil di satu tempat belum tentu berhasil di tempat lain, pengalaman para mentor mungkin sedikit berbeda dengan kebutuhan nasabah,
Berurusan dengan orang, komunitas, masyarakat itu yang pasti adalah 3: Uncertain, banyak ketidakpastian.

Adik adik fasilitator ingin jam janjian yang pasti, tapi sering sekali nasabah ada urusan mendadak atau kesibukan yang tidak bisa ditinggal. Kadang ada HP, kadang sedang dipakai anak, dan sebagainya. Kedua pasti kompleks, banyak faktor yang saling berpengaruh dalam keluaran, biasanya usaha mikro sangat tergantung pada keluarga dan sosial nasabah. Ketiga pasti diverse, motif atau motivasi masing-masing nasabah berbeda-beda.

Belum ditambah banyak tantangan teknis terkait sistem, platform, penggantian nasabah, atau ada tugas mendadak baru, atau ketentuan program yang berubah. Ambiguity.

Nah 4 serangkai di atas menjadikan tugas kita lebih menantang untuk menghasilkan dampak positif dari pendampingan yang HANYA sebulan? Waktu memang terbatas mesti dimanfaatkan sebaik-baiknya. Kami saja di Semut Nusantara saja rata-rata pendampingan satu usaha kelompok, desa, atau daerah bisa berbulan-bulan bahkan 1 tahun sampai bisa sukses.

Sahabat Daya, menurut pengalaman kakak 90% pemberdayaan yang sukses yang pernah kami lakukan rata-rata bertumpu pada faktor adaptif yang biasanya melibatkan perasaan (HEART), sisanya adalah faktor teknikal (HEAD). Mungkin kita telah siap dengan segala modul, keilmuan, tools, dan lainnya. Namun seringkali yang lebih menentukan keberhasilan pemberdayaan adalah interaksi atau kedekatan kita, faktor motivasi, dan kepercayaan. Tuh kan semua di HEART. Biasanya hal-hal teknis seperti pencatatan keuangan, marketing, mengurus legalitas produk/usaha, mengembangkan usaha, bahkan misal ekspor relatif dapat ditempuh bersama ketika KOMITMEN serta MOTIVASI manunggal dengan rencana nasabah.

Lalu bagimana membangun kedekatan, kepercayaan, dan motivasi tersebut? Di antara yang pernah kami alami berikut adalah benang merahnya

1. Pendekatan haruslah secara holistic, alami, dan manusiawi

Karena hubungan manusia biasanya sangat tergantung pada kepercayaan, hal ini tidak dapat diburu-buru tentunya. Kami bahkan biasanya 3 kali pertemuan awal anya untuk pendekatan sosial. Pertemuan pertama silaturahmi perkenalan, pertemuan kedua untuk observasi-eksplorasi, FGD. Pertemuan ketiga pembahasan rencana, baru ke pendampingan.

Lalu bagaimana dengan kondisi waktu terbatas ini?

Seorang pemimpin adaptif bekerja bersama dengan stakeholder. Community Officer (CO) adalah ekosistem di BTPNS yang telah lama bersama-sama nasabah. Sahabat Daya bukan mengekslusifkan pendampingan hanya oleh mahasiswa, tapi bekerjalah secara tim. Walau CO tidak bisa mendampingi terus setiap pendampingan, namun minimal gali selengkap mungkin latar belakang, kondisi usaha, kondisi keluarga, rencana usaha, atau tantangan, masalah yang dialami nasabah dari CO di awal.

Hal ini seringkali akan lebih bernilai dari asesmen yang hanya saat itu dan mungkin tidak mencerminkan keseluruhan potensi dan aspirasi nasabah. Lalu saat datang, jangan tanpa basa-basi langsung asesmen bicara usaha nasabah. Sebuah penelitian mengungkapkan mayoritas pelaku usaha mikro di Indonesia berkarakter “I”, atau lebih berorientasi pada “relationship”. Yang berarti kalau sudah terbangun kedekatan, saling mengenal, baru akan lebih terbuka dan urusan teknis lancar. Jadi jika ada kasus nasabah menolak, mungkin juga mereka merasa belum-belum sudah mau ini, mau itu, repot. Kita mungkin belum cukup mendengar dari mereka apa yang mereka rencanakan dan butuhkan?

2. Pemberdayaan adalah interaksi

Mungkin terdengar klise. Saya teringat pengalaman saya dalam Lembaga Keuangan Mikro. Kami mendirikan Baitul Mal WaTanwil di bawah Yayasan Asgar yang melayani ribuan pedagang pasar, pedagang keliling, & usaha mikro lainnya di Daerah kelahiran saya. Awalnya rasio kredit macet / non-performing loan kami sempat mencapai 4%, yang sangat membahayakan keberlangsungan LKM. Dalam 1 tahun setelah kami tingkatkan jumlah kunjungan oleh staf dan rutin peningkatan kapasitas grup mengenai financial literacy dan bisnis, akhirnya rasio NPL mendekati 1%.

Intinya ternyata kualitas dan kuantitas interaksi berkala ke nasabah anggota berkorelasi sebanding dengan kinerja bisnis. Ya, ternyata untuk mencapai goal atau untuk membuat perubahan dalam hidup manusia tidaklah semudah menyampaikan materi saja, tapi itu adalah AKUMULASI dari INTERAKSI, di mana kita semua berproses. Tak ada perubahan mindset, atau perubahan perilaku hanya dengan interaksi yang penting kenal, yang penting KPI tercapai.. Meleburlah, manunggal bersama nasabah, anggap usahanya usahamu juga. Maka mereka akan mendengar dan semangat maju bersamamu.

Betul memang waktu kita sangat terbatas, terutama dalam pertemuan langsung tatap muka. Tapi tidak menghalangi kita untuk berkomunikasi dalam medium lain, sekedar menanyakan kabar hari ini, bagaimana pendapat mengenai materi yang disampaikan atau memonitor implementasi dari materi. Usahakan tiap hari ada komunikasi di waktu yang disepakati ole Nasabah.

3. Ini bukan tentangmu, tapi tentang Nasabah.

Terpenting dari pendampingan adalah ini jangan melakukan pendampingan karena ingin nilai kita saja. Tapi niatkan untuk menemani nasabah agar usahanya lebih baik. Proses adalah yang terpenting. Dengan itu kita lebih membuka diri kita untuk belajar, tidak berpretensi lebih tahu dari nasabah, bersikap sebagai fasilitator sejati. Put yourself in their shoes ceunah.

Pertemuan pertama adalah pertemuan paling krusial.

Usahakan tidak terburu-buru melompat pada kesimpulan, rencana pendampingan. Luangkan waktu lebih untuk gali tidak hanya aspek usaha nasabah, tetapi juga keluarga dan lingkungan. Ingat kompleksitas di atas. Berbagai program pendampingan usaha mikro sukses di dunia menyaratkan pendekatan yang holistik terkait keluarga dan interaksi sosial.

Mungkin kamu mendapati jika diri nasabah sudah tergolong sepuh, minim rencana pengembangan dan inovasi yang bisa dilakukan, tapi misal ada keluarga yang berpotensi melanjutkan atau memiliki ide-ide baik. Hal tersebut bisa dimanfaatkan dengan keikutsertaan keluarga tersebut dalam pendampingan. Atau nasabah memiliki beberapa usaha, gali mana yang merupakan minatnya, yang mana yang mereka merasa menikmati dalam melakukannya, mana yang memberikan hasil atau margin paling baik. Sehingga tidak hanya business as usual, tapi ada nilai tambah bagi rencana pengembangan usaha ke depan.

Modal untuk kesana adalah adanya skil untuk mendengar secara aktif dan bertanya yang tepat. Mau mendalami lebih jauh tentang “Komunikasi Pendampingan”. Yuk kita buatkan sesi sharing dan diskusinya untuk para Sahabat Daya sebelum memulai tugas di Periode 2 ini?

Salam berkarya
GM