M. Tabrani: Bapak Bahasa Indonesia Asal Madura yang Diangkat sebagai Pahlawan Nasional

PAMEKASAN – Pada 10 November 2023, tepat di Hari Pahlawan Nasional, M. Tabrani, tokoh asal Pamekasan, Madura, resmi dianugerahi gelar pahlawan nasional oleh Presiden Jokowi.

Penghargaan ini diberikan sebagai bentuk pengakuan atas peran besar M. Tabrani dalam memperjuangkan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan dan sebagai salah satu tokoh penting dalam sejarah pergerakan nasional Indonesia.

Profil Awal dan Pendidikan
M. Tabrani, atau dikenal dengan nama lengkap Mohammad Tabrani Soerjowitjirto, lahir di Pamekasan, Madura, pada 10 Oktober 1904. Ia merupakan anak keempat dari delapan bersaudara, yang lahir dari pasangan M. Soerowitjitro dan Siti Aminah. Pendidikan formalnya dimulai di tingkat HIS di Pamekasan pada tahun 1910, dan setelah itu, ia melanjutkan pendidikan di Mulo Praban, Surabaya, pada tahun 1917.

Sejak dini, Tabrani telah menunjukkan minat dan kecakapannya dalam dunia pergerakan. Saat masih di bangku kelas 1, ia terpilih sebagai anggota Jong Java Surabaya, sebuah organisasi pemuda yang aktif dalam pergerakan nasional. Sejak itulah, perjalanan panjang Tabrani dalam menyumbangkan ide dan usahanya untuk Indonesia dimulai.

Aktivitas di Organisasi dan Dunia Jurnalistik
Setelah lulus dari MULO, Tabrani melanjutkan studi di AMS di Bandung. Di sana, ia bergabung dengan organisasi pergerakan rahasia yang bernama Orde der Dienaren van Indie, yang memiliki visi untuk mencapai kemerdekaan Indonesia. Organisasi ini terdiri dari tokoh-tokoh seperti Mohammad Yamin, Supomo, dan Salmidi Mangunsarkoro.

Tabrani juga dikenal sebagai seorang wartawan yang berpengaruh. Ia pernah bekerja di beberapa surat kabar ternama, termasuk Hindia Baroe Pemandangan, Suluh Indonesia, Koran Tjahaya, dan Indonesia Merdeka. Kontribusinya dalam dunia jurnalistik membuatnya dapat digolongkan sebagai wartawan angkatan tua dan pelopor pemakaian bahasa Indonesia.

Penggagas Bahasa Indonesia
Salah satu kontribusi terbesar M. Tabrani adalah sebagai penggagas penggunaan bahasa Indonesia. Pada 10 Januari 1926, dalam kolom kepentingan yang diasuhnya di lembaga pers, Tabrani menerbitkan tulisan yang berjudul “Kasihan.” Tulisan ini dianggap sebagai awal penggunaan nama bahasa Indonesia.

Pemikiran Tabrani ini muncul sebagai ungkapan dari seseorang yang hidup di wilayah jajahan negara asing, dan pemikiran ini dapat dianggap orisinal dan besar pada masa itu. Bahkan, sebelum Ikrar Sumpah Pemuda 1928, Tabrani sudah menggunakan nama bahasa Indonesia dan istilah tersebut sebelum Kongres Pemuda Pertama April-Mei 1926.

Tabrani meyakini bahwa persatuan anak Indonesia belum tercapai karena belum adanya bahasa nasional yang dapat dimengerti oleh seluruh bangsa. Oleh karena itu, ia dengan berani menulis, “Bangsa Indonesia belum ada. Terbitkanlah bangsa Indonesia itu! Bahasa Indonesia belum ada. Terbitkanlah bahasa Indonesia itu!”

Perjuangan dalam Kongres Pemuda Pertama
Tabrani menulis autobiografinya dengan judul “Anak Nakal Banyak Akal” pada tahun 1979. Dalam tulisannya, disebutkan bahwa Tabrani memiliki pandangan berbeda dengan Mohammad Yamin pada Kongres Pemuda Pertama pada 30 April-2 Mei 1926.

Pada saat itu, Tabrani mengusulkan nama bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan, bukan bahasa Melayu. Meskipun Yamin memiliki pandangan yang kuat dan memahami bahasa lebih dalam, Tabrani tetap pada pendiriannya.

“Alasanmu, Yamin, betul dan kuat. Maklum lebih paham tentang bahasa daripada saya. Namun, saya tetap pada pendirian. Nama bahasa persatuan hendaknya bukan bahasa Melayu, tetapi bahasa Indonesia. Kalau belum ada, harus dilahirkan melalui Kongres Pemuda Indonesia Pertama ini,” kata Tabrani saat itu.

Perbedaan pendapat ini membuat Kongres Pemuda ditunda, dan Kongres Pemuda Indonesia II kemudian digelar pada tahun 1928. Kongres inilah yang melahirkan Sumpah Pemuda, yang menjadi hasil lanjutan dari Kongres Pemuda Pertama.

Pesan dari Kongres Pemuda Pertama dititipkan kepada Yamin, namun dengan catatan penting bahwa nama bahasa Melayu harus diubah menjadi bahasa Indonesia. Tabrani dianggap sebagai pencetus nama bahasa Indonesia untuk pertama kalinya, dan inilah yang membuatnya mendapat gelar sebagai Bapak Bahasa Indonesia.

Perjuangan Lainnya dan Akhir Hidup
Selain perannya dalam kongres dan penggagas bahasa Indonesia, Tabrani terus memperjuangkan bahasa Indonesia. Ia mendukung Kongres Bahasa Indonesia (KBI) Pertama di Solo pada 1938, yang diusung oleh Volksraad: Dewan Rakyat. Prasarana “Penyebaran Bahasa Indonesia” dan “Institut Bahasa Indonesia” juga dibentuk oleh Tabrani untuk memperkuat peran bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan.

Tabrani terus berkontribusi hingga akhir hidupnya. Ia meninggal dunia pada 12 Januari 1984 dan dimakamkan di TPU Tanah Kusir. Penghargaan sebagai pahlawan nasional yang diterimanya pada 10 November 2023 menjadi pengakuan atas dedikasi dan perjuangannya yang luar biasa dalam memajukan bahasa Indonesia.

Kesimpulan
M. Tabrani, bapak asal Madura ini, telah meninggalkan warisan besar dalam sejarah Indonesia, terutama dalam memperjuangkan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan. Gelar pahlawan nasional yang diberikan kepadanya menjadi penghargaan yang sesuai untuk menghormati perjuangannya yang penuh semangat dan dedikasi.

Semoga, dengan terus diingat dan dihargai, kontribusi besar M. Tabrani akan menginspirasi generasi-generasi mendatang untuk terus mencintai dan memajukan bahasa Indonesia sebagai bagian tak terpisahkan dari identitas bangsa. (red)