Desa Lebeng Timur Penuh Jalan Rusak, Dana Desa untuk Apa?

Regional :

SUMENEP,terasindo.co.id -Anggaran Dana Desa (DD) tahun 2024 untuk Desa Lebeng Timur, Kecamatan Pasongsongan, Kabupaten Sumenep, tercatat sebesar Rp1.063.536.000. Namun, pembangunan infrastruktur jalan yang direalisasikan hanya sepanjang 100 meter.

Kepala Desa Lebeng Timur, Abpaisol, mengatakan di salah satu media online bahwa telah berhasil membangun jalan sepanjang 100 meter di Dusun Billabagung Barat menggunakan Dana Desa tahun 2024.

Namun, pernyataan tersebut dipertanyakan oleh warga setempat, salah satunya Dafid, aktivis dari Fakta Foundation. Ia menilai capaian pembangunan fisik tidak sebanding dengan besarnya anggaran yang diterima desa sekaligus menjadi persoalan utama.

“Kami tahu persis anggaran DD-nya besar, tapi kenapa hanya mampu membangun jalan 100 meter? Kalau soal data, saya juga paham betul anggaran tahun-tahun sebelumnya,” tegas Dafid.

Sebagai pembanding, Dafid membeberkan realisasi fisik Dana Desa tahun 2023 berdasarkan laporan resmi:

Jalan rabat 100 meter di Dusun Toguh

Jalan rabat 150 meter di Dusun Andung

Jalan aspal 200 meter di Dusun Legung

TPT (Tembok Penahan Tanah) 50 meter di Dusun Legung

Dafid mempersilahkan masyarakat menilai jalan-jalan tersebut sebagaimana fakta dilapangan bahkan dia telah mengantongi data di tahun 2022 dan seterusnya lengkap dengan besaran anggarannya.

Selain soal jalan, isu keterbukaan informasi juga menjadi sorotan. Kades Lebeng Timur sebelumnya mengklaim bahwa papan informasi Dana Desa telah dipasang di balai desa.

“Dituduh dan difitnah bagi seorang pimpinan itu sudah biasa, tapi semua itu tidak benar. Setiap anggaran Dana Desa dan penggunaannya sudah terpampang di balai desa,” ujar Abpaisol, dalam pernyataannya kepada salah satu media online, 20 Juni 2025.

Namun, fakta di lapangan menunjukkan hal berbeda. Sehari setelah pernyataan tersebut keluar, warga tidak menemukan papan informasi yang dimaksud.

“Itu belum ada, entah ditaruh di mana papan informasinya. Kalau benar-benar sudah dipasang, kenapa warga tak bisa melihatnya?” kata Dafid.

Ia menegaskan bahwa keterbukaan informasi bukan sekadar formalitas, melainkan menyangkut hak publik untuk mengetahui dan mengawal penggunaan anggaran desa.

“Keterbukaan informasi itu bukan sekadar papan yang dipasang, tapi bagaimana anggaran benar-benar dirasakan manfaatnya oleh masyarakat,” pungkasnya