
Trending
Oleh: Fauzi As
Akhirnya, dua jagoan hukum dari Sumenep mau juga naik ring. Tapi tenang, ini bukan ring perkara rebutan klien kaya atau sidang warisan sawah sengketa. Ini ring debat, yang katanya intelektual, yang katanya tentang Etika Profesi & Advokat.
Kita patut senang, setidaknya kali ini pengacara ngadu mulut bukan untuk membela klien yang basah amplopnya, tapi untuk saling menunjukkan siapa yang lebih paham soal moral.
Luar biasa. Sebab belakangan ini, banyak yang bingung: sebenarnya yang dibela pengacara itu apa? Klien? Uang? Atau mungkin… rekening pribadi?
Mari kita jujur, profesi advokat ini punya reputasi aneh. Di satu sisi disebut penegak hukum. Di sisi lain, kadang sering tampil sebagai oknum penyambung lidah kejahatan yang punya dana.
Kadang ada oknum pakai toga, bukan jubah super hero. Tapi kalau bicara di media, bisa mengalahkan aktor FTV.
Tegas. Dramatis. Bahkan kadang lebih meyakinkan daripada vonis pengadilan itu sendiri.
Advokat: Dulu Pembela, Kini Banyak Jadi Oknum Pelaku Tafsir
Dulu pengacara dikenal sebagai advocatus, orang yang dipanggil untuk membela mereka yang tak punya suara.
Kini, banyak oknum pengacara yang di tangkap, mungkin konsekuensi dipanggil untuk membela siapa pun… yang punya saldo cukup.
Dulu Cicero bilang “Salus populi suprema lex esto”– keselamatan rakyat adalah hukum tertinggi.
Sekarang? Mereka yang sudah ditangkap mungkin menganut “Salus dompeti suprema lex” Keselamatan Isi Dompet Adalah Hukum Tertinggi.
Dan parahnya, kalau kalah, tinggal bilang: “Saya hanya menjalankan tugas profesi.”
Maka bagi saya debat ini penting. Bukan untuk mencari siapa yang lebih pintar. Tapi untuk mengingatkan publik: bahwa pengacara bukanlah Tuhan.
Tapi tolong, juga jangan jadi oknum makelar hukum. Pertanyaan Tajam dari Warga Biasa yang Tak Punya Kuasa
Tema: Hukum, Moral, dan Dagang Etika
• Apakah pengacara boleh membela siapa saja, asal bayarannya cukup untuk DP rumah baru?
• Apakah pengacara yang meminta kliennya untuk menyuap masih bisa disebut advokat?
• Etiskah kalau pengacara juga main medsos untuk membela klien, sambil endorse kopi dan hotel?
• Hari ini, lebih banyak pengacara membela keadilan… atau membela karirnya sendiri?
• Apakah masyarakat boleh tahu integritas pengacara? atau cukup lihat dari merek mobilnya saja?
Hukum Tidak Pernah Buta, Hanya Sering Tutup Mata
Jangan-jangan selama ini kita salah paham. Mungkin bukan hukum yang cacat. Tapi sistemnya yang dirawat oleh aktor-aktor yang terlalu cinta kenyamanan.
Termasuk sebagian pengacara, yang lebih suka disebut “konsultan strategi bebas jerat hukum” ketimbang pejuang nilai.
Kalau debat ini memang jujur dan bukan drama panggung, maka biarkan mereka bicara: tentang yang kotor, bukan yang normatif. Tentang yang nyata, bukan hanya yang tertulis dalam brosur organisasi profesi.
Hari ini, publik bukan ingin tahu teori hukum. Tapi ingin tahu, siapa pengacara yang berjuang dan siapa yang hanya berburu uang. Saya yakin acara ini akan lebih mengedukasi jika kedua belah pihak mengundang semua mantan klien mereka masing-masing untuk memberikan testimoni.











