Dana Desa Harus Bermanfaat, Bukan menjadi Bumerang

Oleh: Inyoman Sudirman

Kesejahteraan masyarakat desa tidak dapat ditunda lagi. Sejak Bung Hatta menyampaikan bahwa kekuatan Indonesia terletak pada desa-desa, pandangan tersebut kini semakin relevan. Desa bukan hanya sekadar wilayah administratif, tetapi juga sebagai fondasi utama bagi pembangunan nasional.

Dengan sumber daya alam yang melimpah dan semangat gotong royong yang tak pernah padam, desa memiliki potensi besar untuk menjadi motor penggerak bagi kemajuan bangsa.

Alokasi dana desa yang terus meningkat setiap tahunnya merupakan instrumen penting dalam mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan dan merata.

Salah satu harapan besar dari dana desa adalah mengurangi kesenjangan pembangunan antara desa dan kota, serta meningkatkan kualitas hidup masyarakat desa.

Namun demikian, meski dana desa semakin besar, tantangan utama kita adalah memastikan dana tersebut digunakan secara efektif dan tepat sasaran.

Pada tahun 2025, harapan besar untuk kesejahteraan masyarakat desa kembali mengemuka. Dengan anggaran dana desa yang mencapai angka fantastis, khususnya di Kabupaten Sumenep yang rata-rata mendapatkan satu miliar rupiah per desa, pemerintah desa diharapkan mampu memanfaatkan dana ini untuk kemajuan masyarakat.

Tidak ada lagi alasan untuk membiarkan jalan desa rusak tanpa perbaikan, pelayanan kesehatan yang buruk, atau infrastruktur yang tertinggal. Dana desa harus mampu menggerakkan perubahan signifikan di tingkat desa.

Namun, memanfaatkan dana desa bukanlah hal yang mudah. Dana tersebut harus digunakan dengan sangat hati-hati agar memberikan dampak yang nyata. Pemerintah desa, yang dipimpin oleh kepala desa dan perangkat desa lainnya, memiliki tanggung jawab besar dalam mengelola dana tersebut.

Agar hasilnya maksimal, seluruh elemen desa harus terlibat aktif dalam setiap tahap pengelolaan, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, hingga pengawasan.

Partisipasi masyarakat desa adalah kunci utama dalam pengelolaan dana desa yang efektif. Tanpa partisipasi aktif dari masyarakat, dana desa berpotensi disalahgunakan, atau bahkan tidak terserap dengan optimal.

Pengawasan yang ketat dan berbasis masyarakat akan menjadi benteng utama dalam mencegah penyalahgunaan wewenang dan korupsi yang dapat merugikan masyarakat. Masyarakat desa perlu diberdayakan untuk tidak hanya menjadi penerima manfaat, tetapi juga menjadi pengawas yang aktif.
Selain pembangunan infrastruktur seperti jalan, yang sering kali menjadi keluhan masyarakat desa, sektor kesehatan juga tidak boleh diabaikan.

Karena itu, desa memiliki peran besar dalam menyediakan fasilitas kesehatan dasar seperti Polindes (Pondok Bersalin Desa), yang sangat penting bagi pelayanan KIA (Kesehatan Ibu dan Anak).

Melalui dana desa, diharapkan fasilitas ini dapat diperbaiki dan ditingkatkan. Polindes yang dikelola dengan baik akan mendukung tugas bidan desa dalam memberikan pelayanan persalinan dan kesehatan bagi ibu dan anak, yang merupakan bagian penting dari pembangunan manusia.

Pembangunan desa yang bersumber dari dana desa harus benar-benar dirasakan manfaatnya oleh masyarakat.

Tidak hanya infrastruktur fisik yang diperbaiki, tetapi juga peningkatan kualitas hidup yang lebih menyeluruh. Kesejahteraan yang dimaksud bukan sekadar pemenuhan kebutuhan dasar, tetapi mencakup pula kemajuan dalam pendidikan, kesehatan, dan kesempatan ekonomi yang lebih baik bagi masyarakat desa.

Tahun 2025 harus menjadi titik balik bagi pemerataan pembangunan. Pemerintah pusat sudah memberikan dana yang cukup besar, kini saatnya bagi perangkat desa dan masyarakat untuk bergotong royong memanfaatkan dana tersebut dengan sebaik-baiknya. Jangan sampai dana desa yang besar justru berujung pada stagnasi, karena pengelolaan yang tidak tepat atau penyalahgunaan wewenang.

Kesejahteraan di pedesaan tidak bisa ditunda lagi. Untuk itu, mari kita pastikan bahwa dana desa digunakan untuk tujuan yang mulia: kesejahteraan masyarakat yang merata dan berkeadilan sosial. (*)