
Trending
Penulis: Zaini Amin, Tokoh Pemuda Sapeken, Sumenep
Aksi ratusan nelayan Kangean di laut untuk menolak rencana eksplorasi migas seismik 3D oleh PT Kangean Energy Indonesia (KEI) bukanlah sekadar gerakan spontan, melainkan jeritan rakyat kecil yang khawatir kehilangan sumber penghidupan. Nelayan tidak sedang mencari sensasi. Mereka sedang mempertaruhkan masa depan laut yang selama ini menjadi sandaran hidup keluarga mereka.
Sayangnya, PT KEI tampak lebih sibuk membungkus rencana eksplorasi dengan jargon “ketahanan energi nasional” ketimbang mendengar suara masyarakat. Padahal, tanpa dukungan publik, apalagi dari masyarakat pesisir yang terdampak langsung, rencana ini berpotensi menjadi konflik sosial yang panjang.
Kekhawatiran nelayan bukan tanpa dasar. Survei seismik di laut menggunakan teknologi yang menghasilkan gelombang kejut. Dampaknya dapat mengganggu ekosistem laut, memukul keberlangsungan ikan, hingga merusak rantai makanan. Jika itu terjadi, nelayan Kangean akan merasakan kerugian paling besar. Apakah PT KEI sudah menyiapkan jaminan kompensasi yang adil bila laut benar-benar kehilangan daya dukungnya?
Dalam berbagai kesempatan, pihak perusahaan menegaskan aspek lingkungan menjadi perhatian utama. Namun, janji semacam ini sering kali terdengar normatif dan jauh dari praktik di lapangan. Pertanyaannya: apakah suara rakyat Kangean yang menolak keras sudah masuk dalam kajian “aspek lingkungan” itu? Ataukah partisipasi masyarakat hanya formalitas semata?
Kita tentu memahami pentingnya energi. Namun, pembangunan yang meminggirkan rakyat dan merusak lingkungan sama sekali tidak bisa dibenarkan. Pemerintah dan PT KEI seharusnya membuka dialog serius dengan nelayan, bukan memaksakan rencana yang berpotensi menimbulkan krisis sosial-ekologis.
Aksi demonstrasi di laut itu harus dipandang sebagai sinyal keras. Bahwa masyarakat pesisir Kangean ingin dilibatkan, didengar, dan dihormati hak-haknya. Jangan sampai nelayan hanya dipandang sebagai pengganggu proyek, sementara mereka justru pihak yang paling terdampak.
Jika PT KEI benar-benar ingin mendapatkan legitimasi, maka langkah pertama yang harus dilakukan adalah menghentikan seluruh aktivitas survei hingga ada kesepahaman dengan masyarakat. Tanpa itu, tambang migas di Kangean hanya akan meninggalkan luka ekologis dan sosial.